"5 Menit" cerbung by: Nurmayani Tanjung

   
 #Episode 1
 Hari itu aku melihat ada kegelisahan dimatanya. Dia memandangi disekelilingnya seakan membebani pikirannya.

Lalu aku mencoba menghampirinya dan sedikit ingin tahu apa yang sedang ia pikirkan.
Aku duduk disampingnya lalu tersenyum menatapnya.
 "Hey kawan, lihatlah betapa kau membuatku sangat kecewa hari ini" ucapku datar.
Seketika ekpresinya terlihat shock mendengar pernyataanku. "Apa aku melakukan sesuatu yang menyakitimu? Maafkan aku jika itu yang terjadi". Ucapnya berat lalu pergi meninggalkanku.

"Hey tunggu, apa kau pikir kau begitu baik? Kau menghabiskan suaramu hanya untuk menambah kesedihanku. Kau tahu itu?" Ucapku padanya.

Langkahnya berhenti seketika. Lalu kemudian berjalan lagi tanpa menghiraukanku.

"Hmm dasar orang tak berperikepekaan" gumamku kesal.
Aku tak mau jika aku menyesal karena gagal mengetahui apa yang sedang ia pikirkan.
Hmmm, baiklah akan kucoba lagi.
Aku membuntuti langkahnya dari belakang diam-diam.
"Sekarang aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tak akan membiarkan orang yang menyakitiku mengabaikanku begitu saja". Ucapku sambil mengikuti langkahnya sembari melipat kedua tanganku diperut.
Tiba-tiba badannya berbalik kearahku dengan ekpressi yang menyeramkan dan matanya pun berair. Aku hampir kaget stengah mati. Dan ingin berlari sekencang-kencangnya. Tapi kuurungkan niatku karena aku berpikir ini sudah terlanjur.

"Apa yang kau inginkan dariku? Apa  kedua telingamu itu sudah tak berfungsi? Aku sudah minta maaf jika aku menyakitimu. Tapi kenapa kau masih ingin membuat amarahku memuncak? Oh, atau mungkin aku harus membayar agar kau berobat  memperbaiki otakmu itu?" Ucapnya datar setengah berteriak tanpa titik koma. Lalu dia menangis dan berlari keatap gedung sekolah.
Astaga, alangkah seramnya gadis bodoh itu. Tak sepatah kata pun mulutnya mengeluarkan kelembutan layaknya seorang wanita. Pantas saja hidupnya sesedih itu. Mungkin saja dia telah menyakiti semua orang. Sehingga tidak ada lagi yang ingin bersamanya. Bagaimana dia bisa berpikir pergi kesekolah tiap hari tak pernah berbicara kepada semua orang. Siapa yang mau berteman dengannya? Kenapa dia tidak sekolah di SLB aja bersama dengan orang-orang tunawicara. Hmmm, entahlah.
Lalu, aku harus bagaimana yah?

     Aku masih saja berpikir ditempatku berdiri. Aku bingung kenapa tadi aku sangat ingin menghampirinya.
     Tiba-tiba  Pak Bimo datang menepuk pundakku. Aku pun kaget tersadar dari lamunanku.
     "Heh, Azam apa yang sedang kau lakukan disini. Kenapa kau tidak mengikuti pelajaran olahraga bersama teman-temanmu yang lain? Kau seperti dalam kebingungan". Ucapnya

"Oh,,,hmmm anu pak. Tadi aku mendadak sakit perut. Jadi aku ijin dulu untuk tidak olahraga hari ini".ucapku spontan.

"Oh, tapi kenapa kau berdiri disini?  Kenapa tidak duduk didalam kelas saja atau melihat temanmu bermain basket?" Tanyanya lagi penasaran .

"Hmmm, iya pak tadi aku dari toilet belakang dan sekarang mau masuk kelas". Jawabku

"Oh, baiklah". Ucap pak Bimo lalu pergi meningalkanku.

Rasa keingintahuanku terhadap gadis itu semakin membara. Aku memutuskan untuk mengikutinya lagi.

Aku menaiki lantai atap sekolah .  Aku mencari-cari sosok gadis aneh itu disekeling. Tapi aku tidak menemukannya. Aku ingin menyerah dan turun saja. Tiba-tiba mataku tertuju pada seseorang gadis yang berambut pirang sebahu. Dia terduduk  melipat kedua lututnya didepan dengan posisi membelakangiku. Aku mendekatinya perlahan-lahan apakah itu gadis yang kumaksud. Dan tenyata benar. Lalu aku duduk disampingnya lagi mengikuti posisi duduknya juga.

"Kau harus memaafkanku dan melupakan apa yang aku lakukan terhadapmu tadi. Aku akan memaafkanmu juga jika kau menjawab YA. Lalu kita akan menjadi teman. Simple kan?". Ucapku memulai pembicaraan.

Dia mengangkat kepalanya yang sebelumnya tadi menunduk.

"Aku memaafkanmu. Tapi aku tidak butuh teman. Sebaiknya kau pergi saja darisini. Karena aku tak suka keributan". Balasnya

Astaga, sombong sekali gadis ini. Apa dia pikir dia sangat luar biasa? Semua orang berusaha keras untuk menjadi temanku. Tapi dia? Dia sama sekali tidak menarik. Dia juga tidak mempunyai satu orang pun teman. Lalu kenapa dia bersikap seolah-olah lebih baik dariku?

"Aku hanya memintamu jadi teman 5 menit saja. Tidak lama, aku hanya minta 5menit. Aku pun sebenarnya tidak terlalu bangga jika menjadi temanmu dalam waktu yang lama. Cukup ceritakan apa kesedihanmu karena aku tidak bisa tenang jika melihat seseorang seperti  sedang terbebani. Itu sangat menyiksaku. Ayolah kumohon, setelah ini aku akan pergi. Besok ataupun selamanya kau tak akan merasa terganggu olehku lagi. Aku janji. Hanya itu tidak lebih" jelasku padanya
 Sejenak dia terdiam memikirkan perkataanku.

"Apa untungnya bagimu jika kau menjadi temanku hanya dalam waktu 5menit. Aku rasa aku hidup tidak sesingkat itu. Bagaimana mungkin aku bisa menceritakan semuanya dalam 5menit. Tapi aku akan mengatakannya "Setiap orang memiliki alasan kenapa ia bersedih. Dan alasannya adalah sama "MASALAH". Pergilah semoga masalah ku tidak pernah sama dengan mu". Ucapnya dengan nada berat.

"Bagaimana mungkin aku percaya pada kata-kata seperti itu. Itu kata-kata umum yang selalu kudengar. Langsung saja pada pokok permasalahan" ucapku tak mengerti

"Seberapa kuat telingamu untuk mendengar semua ceritaku. Aku harap kau tidak akan kehilangan pendengaranmu karena terlalu berat menampung kesedihanku" ujarnya

"Jika itu yang terjadi tidak masalah bagiku. Karena aku masih punya kedua telingaku. Jadi tak masalah kalau pendengaran hatiku ini tersiksa. Karna yang membisikkan dan mendengar kesedihanmu adalah hatiku". Ucap ku tersenyum sinis memikirkan ucapanku  yang seperti seorang penyair

"Kata-katamu terlalu lebay membuatku tensi darahku mengucur naik keubun-ubun". Ucapnya lagi

"Baiklah, lupakan saja. 5menit untuk pertemanan kita dimulai dari sekarang". Ujarnya lagi dengan nada memaksa.

"Kau ataupun orang lain mungkin tak mengerti. Aku menutup diri untuk tidak berbicara. aku tahu tidak ada yang perlu dibicarakan dan tidak ada yang akan mendengarkanku. Aku benci mereka bahkan semua orang. Aku hidup tak punya siapa-siapa dan tak membutuhkan mereka juga. Tak ada yang pernah mempedulikanku. Apa pun bentuk seorang teman aku tidak begitu tertarik. Bertahun-tahun aku hidup dan tinggal bersama orang yang tak berperikemanusiaan dalam kebencian. Semua orang disekelilingku memandangi kami hanya sebelah mata. Kami dikucilkan oleh masyarakat. Sedangkan wanita yang harus kusebut itu mengabaikanku dan tak pernah ingin tahu bagaimana keadaanku memilih hidup dengan orang yang telah melenyapkan ayahku. Ayahku satu-satunya orang yang menyayangiku dan mencintaiku dengan tulus. Aku membenci semuanya. Kau juga tak perlu tahu  bagaimana aku dirumah. Aku merasa inilah neraka hidupku. Mungkin  aku merasa sekolah ini pun tak akan berguna bagiku. Tapi, ini adalah satu-satunya keinginan terakhir  Ayah . Dimasa hidupnya dia sudah memikirkan bahwa semua tak akan baik. Dia meninggalkan dengan asuransi pendidikan ku. Aku tak tahu apa yang akan kudapatkan dari semua ini. Entahlah. Aku juga pernah mempunyai teman. Tapi itu dulu hanya sementara. Papa dan mamanya menyuruh dia untuk tidak bergaul denganku. Untuk mencegah kekhawatirannya itu, keluarganya pindah keluar kota. Hanya itu. Aku rasa kamu juga akan pindah sekolah setelah mendengar semua ini". Cerita gadis itu sambil meneteskan air mata.

"Maaf jika aku membuatmu menangis. Tapi aku bukan teman yang sama dengan yang kau maksud. Lalu, apa kau hanya ingin terus tetap dalam keadaan seperti itu? Tidakkah terbesit dibenakmu untuk keluar dari keadaanmu yang sekarang ini? Jika kau berkenan ijinkan aku kembali memperpanjang durasi pertemanan kita" mohonku padanya

"Untuk apa kau lakukan itu, aku rasa itu sia-sia bagimu. Kau baru tahu sekadar ini belum semua tentang hidupku. Aku tak ingin melibatkan orang lain dalam hidupku ini. Tinggalkan aku sekarang 5 menit untuk pertemanan kita sudah berakhir". Ucapnya sedikit berteriak

#bersambung......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berbagi disaat Sulit

Episode 2 "5 MENIT"

PUISI "Derita Hatiku"